Oleh : Imam Abdul Azis/Koordinator Forwaka Pohuwato
AndalanIDN – Niat baik pemerintah dalam pemerataan pembangunan guna menyelesaikan berbagai persoalan seperti kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan berbagai masalah lainnya tidak selalu berjalan mulus.
Desa melalui pemerintah desa sebagai ujung tombak pembangunan perlu memaksimalkan berbagai program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat salah satunya lewat pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Lewat berbagai regulasi tentang desa, seperti UU tentang Pemerintah Desa No. 6 Tahun 2014 disusul PP No. 43 Tahun 2014, PP No. 60 tentang dana desa, perturan menteri desa PDTT No. 49. Tahun 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa, dan SKB tiga menteri tentang penggunaan dana desa serta beberapa peraturan terkait pembangunan desa lainnya, hal ini mengindikasikan keseriusan pemerintah dalam mengawal pembangunan di desa.
Kabupaten Pohuwato sebagai salah satu daerah otonom yang mulai dikatakan maju, berkembang menuju masyarakat yang sejahtera diharapkan mampu mengelola setiap potensi daerah dan juga yang ada di desa.
Sebagai motor penggerak ekonomi masyarakat, terciptanya “Desa Mandiri” dengan aset, infrastruktur memadai dan memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli desa (PADes) melalui BUMDes bukanlah hal yang mustahil.
Namun besar pasak daripada tiang. Banyak perkembangan BUMDes di Kabupaten Pohuwato yang mengalami mati suri atau sudah tidak aktif sehingga menuai sorotan.
Berdasarkan data Dinas PMD Kabupaten Pohuwato Tahun 2021 tercatat ada sebanyak 44 BUMDes aktif dan 54 BUMDes yang tidak aktif.
Transparansi dan pengawasan terhadap keberlangsungan BUMDEs adalah hal yang perlu diseriusi, mengingat BUMDes merupakan salah satu program prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Jika tidak, hadirnya BUMDes dengan dukungan permodalan yang bersumber salah satunya dari APBN melalui Dana Desa dapat berpotensi membuka peluang menjadi lahan korupsi. Potensi seperti tindakan penyalahgunaan, kecurangan, penggelapan aset bahkan rekayasa laporan rentan terjadi.
Hal ini patut menjadi atensi Aparat Penegak Hukum (APH) jangan hanya mandek ditingkat Inspektorat Daerah, mengapa? karena penyertaan modal untuk sebuah BUMDes terhitung tidaklah sedikit. Tindakan tegas perlu dilakukan guna memberi contoh dan efek jera bagi perilaku korupt.
Tetapi berdasarkan MoU yang disepakati oleh Kemendagri bersama Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI tentang penanganan laporan atau pengaduan penyelenggaraan pemerintahan daerah, ketika sebuah laporan telah dilakukan penyelidikan lalu berindikasi adanya kerugian negara didalamnya akan diberikan waktu paling lambat 60 hari untuk menyelesaikannya secara administratif. Jika tidak selesai maka akan ditindaklanjuti secara pidana.
Data Korupsi oleh ICW
Dari data Indonesian Coruption Watch (ICW) selama kurun waktu tahun 2023, ada sebanyak 187 kasus korupsi di desa dengan total kerugian negara sebanyak 162, 25 Miliar Rupiah.
Menurut ICW ada empat faktor penyebab utama terjadinya korupsi ditingkat desa.
1. Minimnya pemahaman warga desa tentang pembangunan dan anggaran desa .
2. BPD belum optimal melakukan pengawasan penggunaan anggaran desa.
3. Keterbatasan akses informasi oleh warga desa terkait pengelolaan dan layanan publik.
4. Kepala desa dan perangkatnya belum siap mengelola dana dalam jumlah besar.
Contoh Kasus Korupsi BUMDes
Dilansir dari situs BPK dan media online, ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan BUMDes dan telah berproses secara hukum.
1. Ketua Bumdes Desa Patampanua Polman (Polewali Mandar) Korupsi Rp229 Juta Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
2. Dugaan Kasus Korupsi BUMDes Berjo, (Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar) Kades dan Mantan Dirut Resmi Jadi Tersangka
3. Sidang Kasus Tipikor BUMDes Makmur (Desa Kedungwaras, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan) Sejahtera Dituntut Satu Tahun Lebih
Konsekuensi Hukum
Perbuatan penyelewengan anggaran terutama dalam pengelolaan dana BUMDes dapat berakibat fatal dan mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Walaupun hadirnya program BUMDes bagai pedang bermata dua, namun dengan pengelolaan yang baik dan tepat sasaran BUMDes dapat menjadi harapan dan solusi yang sangat menguntungkan bagi desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berkacara dari Kabupaten lain, salah satu BUMDes yang berhasil di Provinsi Gorontalo adalah BUMDes Cahaya Lamahu.
Dikutip dari kanaldesa, BUMDes Cahaya Lamahu terletak di Desa Lamahu, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten BoneBolango, Provinsi Gorontalo yang mengembangkan unit usaha seperti penyewaan tenda kursi, jual tabung LPG dan wifi, selama dua tahun unit usaha laundry menyumbang 21 Juta ke PADes, unit sewa tenda menyumbang 40 Juta. Saat ini total aset BUMDes Cahaya Lamahu bernilai satu Milyar rupiah.
Apabila tujuan dari setiap regulasi dan program dapat dikelola dengan tepat, pasti kesejahteraan masyarakat akan tercapai, kemiskinan dapat teratasi dan kesenjangan ekonomi antara desa dan perkotaan dapat terjadi pemerataan.
Selain itu peran serta masyarakat dan aparat penegak hukum dalam mengawasi penggunaan anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat diberbagai tingkatan pemerintah harus menjadi poin penting salah satunya tingkat desa yang menjadi tonggak kemajuan perekonomian Nasional agar tidak ada kesempatan bagi para oknum tertentu untuk memanfaatkan hal tersebut.